Di era sekarang ini dunia
pendidikan, sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini ditandai dengan
munculnya berbagai predikat sekolah, munculnya banyak lembaga bimbingan
belajar, tempat kursus, dan lain-lain. Pernahkah kamu berfikir bagaimana
pandangan Nabi Muhammad SAW yang hidup kira-kira 1500 tahun yang lampau tentang
pendidikan, baik menyangkut tentang kewajiban menuntut ilmu? Kapan dan di mana
umat Islam diwajibkan menuntut ilmu. Sebaiknya kita ikuti pembahasan
selengkapnya mengenai hadits tentang menuntut ilmu berikut ini.A.
Hadits Nabi saw
Tentang Menuntut Ilmu
Dalam
Al-Qur`an Allah juga berulang-ulang menegaskan akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah juga mengingatkan kepada manusia
untuk berfikir dan merenungkan, apakah
sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui
1. Hadits tentang salah satu Fungsi ilmu
مَنْ
أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ وَ مَنْ أَرَادَ ْالآخِرَةِ فَعَلَيْهِ
بِاْلعِلْمِ وَ مَنْ أَرَادَ هُمَا
فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ (رواه الطبراني)
Artinya,’Barangsiapa
yang menginginkan kehidupan dunia, mak ia harus memiliki ilmu, dan barang siapa
yang menginginkan kehidupan akhirat maka itupun harus dengan ilmu, dan barang
siapa yang menginginkan keduanya maka itupun harus dengan ilmu.” (HR. Thabrani)
2.
Hadits tentang hukum menuntut ilmu
رَوَاهُ
ابْنُ عَبْدُالْبَر)) طَلَبُ
اْلعِلْمِ فَرِيْضِةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ
3.
Kewajiban mencari ilmu itu tidak memandang batasan
usia, melainkan seumur hidup. Sabda Nabi SAW
Artinya, “Carilah ilmu itu sejak dari ayunan sampai
masuk ke liang lahat”(HR. Muslim)
4.
Menuntut ilmu itu harus mau bersusah payah, karena
ilmu itu harus dicari di mana saja,
sekalipun sangat jauh tempatnya dan banyak rintangannya, seperti sabda
Nabi SAW :
5.
Etika menuntut ilmu
تَعَلَّمُوْاوَعَلِّمُوْاوَتَوَاضَعُوْالِمُعَلِّمِيْكُمْ
وَلَيَلَوْا لِمُعَلِّمِيْكُمْ ( رَواهُ الطَّبْرَانِيْ)
Artinya,”Belajarlah kamu semua, dan mengajarlah kamu semua, dan
hormatilah guru-gurumu, serta berlaku baiklah terhadap orang yang
mengajarkanmu.” (HR Tabrani)
6.
Keutamaan
menuntut ilmu
Banyak hadits Nabi SAW yang mengungkapkan keutamaan / fadhilah
menuntut ilmu, diantaranya sebagai berikut :
a.
Dimohonkan
ampun dosanya oleh semua makhluk
عَنْ أَنَسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّم طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ، وَإِنَّ طَالِبَ
اْلعِلْمِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلُّ شَيْ حَتَّى ألْحِيْتَانَ فِي الْبَحْرِ ( رواه
ابن عبد الرّحْمَن)
ِArtinya,“Dari
Anas r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda: menuntut ilmu itu wajib atas setiap orang Islam, karena sesungguhnya semua
(makhluk) sampai binatang-binatang yang ada di laut memohonkan ampun untuk
orang yang menuntut ilmu”. (H.R. Ibnu Abdurrahman)
b. Dimudahkan jalan masuk surga
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ سَلَكَ
طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى
الْجَنَّةِ". (رواه مسلم)
Artinya, “Dari Abu Hurairah r.a.
bahwasanya Rasulullah s.a.w bersabda: Barang siapa yang menempuh perjalanan
dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga”.
(H.R. Muslim)
c. Digolongkan sebagai orang yang jihad fi
sabilillah
مَنْ خَرَجَ فِيْ طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِيْ سَبِيْلِ الله حَتَّى
يَرْجِعَ ( رَوَاهُ التِّرْمِذِي )
Artinya,” Siapa yang keluar (dari rumah) dalam
(keadaan) menuntut ilmu, maka ia itu termasuk fi sabilillah sampai ia
kembali/pulang.” (HR. Turmudzi)
Arti Kata-kata (mufrodat)
عََنْ
, مِنْ : dari
مَنْ : siapa
: أَرَادَ menghendaki /
menginginkan
: فَعَلَيْه maka
wajib atasnya
قَالَ : Ia telah berkata
طَلَبُ : Menuntut/mencari
اَلْعِلْمُ : Ilmu itu
تَعَلَّمُوْا : belajarlah kamu semua
وَعَلِّمُوْا : dan mengajarlah kamu semua
لِمُعَلِّمِيْكُمْ : terhadap guru-gurumu
وَلَيَلَوْا : dan berlaku baiklah kamu
semua
فَرِيْضَةٌ : Wajib
عَلَى :
atas
كُلِّ : tiap-tiap/ setiap
أَلْمَهْدِ : ayunan
أَلَّلحْدِ liang lahat
إِنَّ : Sesungguhnya
يَسْتَغْفِرُ
لَهُ : Memohonkan ampun untuknya
كُلُّ شَيْءٍ : Segala sesuatu
حَتىَّ : Hingga/sampai
اَلحِْيْتَانَ : Binatang-binatang
فِي اَلْبَحْر : di dalam laut
سَلَكَ : berjalan
يَلْتَمِسُ : menyentuh / mendapatkan
طَرِيْقًا : jalan
سَهَّل الله : maka Allah memudahkan
: اَلْجَنَّة Surga
: خَرَجَKeluar
حَتَّى : Sehingga
: يَرْجِعَ ia kembali/ ia pulang
B. Penjelasan Hadits
Ilmu itu sangat penting bagi
kehidupan manusia. Dengan ilmu manusia dapat mengetahui segala hal termasuk
mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah,
sehingga dengan begitu manusia dapat selalu dekat dengan Sang Maha Penciptanya.
Karena dengan ilmu itu manusia dapat mengetahui kedudukannya di hadapan Allah
dan bagaimana ia harus berbuat. Disamping itu, dengan ilmu pula manusia dapat
mengetahui rahasia - rahasia ciptaan Allah, sehingga ia dapat melaksanakan
fungsi- fungsi kekhalifahannya di bumi, yakni memanfaatkannya untuk
kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Karena itu dalam hadits di
atas Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita,” jika manusia ingin mendapatkan
kehidupan yang baik di dunia hendaknya diraih dengan ilmu, jika menginginkan
kehidupan yang baik di akhirat hendaknya dengan ilmu, dan jika menginginkan
kedua-duanya juga hanya bisa diraih dengan ilmu.”
Mengingat pentingnya ilmu itu, hadits
di atas menjelaskan bahwa menuntut ilmu sangat diwajibkan bagi setiap orang
Islam tanpa terkecuali, baik laki-laki, perempuan, tua maupun muda. Menuntut
ilmu disini mengandung makna yang sangat luas, yaitu mencari ilmu pengetahuan
melalui proses belajar, baik melalui bimbingan orang lain (guru) maupun secara
mandiri atau otodidak. Belajar secara mandiri dapat dilakukan dengan membaca,
mengamati dan mempelajari suatu ilmu tanpa bantuan orang lain (guru). Tetapi
harus diingat, tidak semua ilmu itu dapat dipelajari secara sendiri. Hal itu di
samping karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki individu itu sendiri
sehingga butuh bantuan orang lain yang lebih ahli, juga dikarenakan adanya ilmu
yang dalam mempelajarinya harus melalui bimbingan guru / mursyid, terutama
dalam belajar membaca Al-qur’an, aqidah dan ubudiyah.
Kewajiban menuntut ilmu bagi setiap
umat Islam itu berlaku sepanjang hayat atau dikenal dengan istilah long life
education. Dalam hadits tersebut, Rasulullah memerintahkan untuk menuntut ilmu sejak masih dalam ayunan / buaian (ibu)
sampai ke liang lahat (meninggal).
Sehingga hanya kematianlah yang mampu menghentikan kewajiban seorang muslim
dalam menuntut ilmu. Dengan demikian, dalam menuntut ilmu tidak ada istilah
“sudah tua”. Boleh saja pendidikan formal lewat bangku sekolah atau kuliah
telah selesai, tetapi kegiatan belajar kepada siapapun dan dimanapun harus
tetap dilaksanakan hingga akhir hayat, baik di keluarga, pengajian di masjid,
majlis-majlis taklim, dan lain sebagainya.
Sejalan dengan itu, Islam memang tidak membatasi tempat di mana kita
harus mencari ilmu. Dimanapun keberadaan ilmu, Islam memerintahkan untuk
mencarinya, sekalipun sampai ke negeri Cina sebagaimana ditegaskan dalam hadits
di atas, yaitu “ carilah ilmu meskipun sampai ke negeri Cina”. Hadits tersebut juga mengisaratkan
bahwa menuntut ilmu itu harus mau bersusah payah. Betapa tidak ? Coba renungkan
! Perjalanan dari Tanah Suci ke Cina saat itu dapat berlangsung
berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, serta banyak rintangan yang harus
dilalui seperti badai gurun pasir, banyaknya penyamun, sulitnya membawa
perbekalan, dan belum lagi sulitnya memenuhi keperluan hidup selama belajar di
rantau, karena saat itu belum ada sarana pengiriman uang lewat wesel atau
tansfer lewat Bank maupun barang lewat kiriman paket seperti sekarang. Tentu
perintah Rasulullah SAW tersebut baru dapat terlaksana bila yang bersangkutan
mempunyai kebulatan niat yang kuat, keuletan yang tinggi, punya sifat kemandirian,
dan kerja keras. Sehingga melalui pesan hadits itu seolah-olah Rasulullah SAW ingin berpesan kepada kita semua bahwa belajar
itu harus didasari oleh niat yang kuat, keuletan, kemandirian, dan kerja keras
atau mau bersusah payah dan tidak manja. Karena itu pula dalam hadits di atas Rasululllah
SAW menyejajarkan kedudukan orang yang menuntut ilmu sama dengan orang yang sedang jihad
fisabilillah.
Selain niat yang kuat, ulet, mandiri, dan
kerja keras, hal lain yang tidak boleh dikesampingkan dalam menuntut ilmu
adalah hormat dan berlaku baik kepada guru sebagaimana yang tersebut dalam
sabda Rasulullah SAW di atas. Menurut Imam Az-Zarnuji dalam Kitab “Ta’limul
Muta’allim” salah satu penyebab tidak manfaatnya ilmu yang dimiliki oleh para
generasi sekarang adalah kurang tawadhu’ atau kurang hormatnya siswa kepada
guru. Indikasi tidak bermanfaatnya ilmu itu adalah ilmu yang dimilikinya itu
tidak mampu mendekatkannya kepada Allah dan tidak melahirkan kepatuhan
kepada-Nya, bahkan semakin menjauhkannya dengan Allah, serta tidak dapat
mendatangkan kemanfaatan bagi orang banyak, bahkan sebaliknya acapkali
merugikannya. Akibatnya seperti yang dapat kita lihat di negeri ini, banyak
orang pinter yang pada akhir karirnya tidak selamat akibat olahnya sendiri.
Na’udzu billahi min Dzalika. Sebaliknya seorang yang manfaat ilmunya, ia akan memiliki kemantapan iman serta patuh
dan tawadhu' kepada Allah. Firman Allah SWT :
Artinya,“Dan agar orang-orang yg telah diberi ilmu
meyakini al-Qur'an itulah yang hak (petunjuk yang benar) dari Tuhanmu, lalu
mereka beriman dan tunduk hati mereka kepada-Nya." (QS.al-Hajj/22: 54).
Hadits di atas juga menerangkan tentang berbagai keutamaan yang
diberikan Allah SWT kepada orang yang mau menuntut ilmu, diantaranya diampuni
dosa-dosanya oleh Allah SWT karena semua makhluk di dunia ini termasuk semua
binatang yang hidup di lautan memohonkan ampun kepadanya, dimudahkan jalan baginya oleh Allah SWT jalan
menuju surga, serta dinaungi dan dimuliakan oleh malaikat dengan mau meletakkan
sayapnya untuk jalan orang yang menuntut ilmu.
Selain itu Allah juga akan mengangkat
derajat orang yang beriman dan berilmu
lebih tinggi beberapa derajat daripada orang yang tidak berilmu. Dalam sebuah hadits disebutkan, bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan perumpaan
keutamaan seorang yang alim (berilmu) dengan seorang abid (ahli ibadah) itu
diperumpamakan perbandingannya antara bulan dengan bintang. Perumpamaan Nabi
tersebut sangat masuk akal, sebab seorang yang alim itu memiliki ilmu yang manfaatnya tidak terbatas
hanya bagi dirinya, tetapi juga dapat dirasakan bagi orang lain, baik melalui pengajaran yang diberikan atau
membaca karya tulisnya. Sedangkan ibadahnya abid manfaatnya terbatas hanya
pada dirinya. Disamping itu, ilmu
pengaruhnya tetap abadi dan lestari selama masih ada orang yang
memanfaatkannya, meskipun sudah beberapa ribu tahun. Seperti temuan para
ilmuwan Muslim pada zaman dahulu hingga sekarang masih terus dimanfaatkan
orang. Berbeda dengan amal ibadah, seperti melakukan shalat, puasa, zakat,
haji, dan sebagainya juga mendapatkan balasan pahala oleh Allah, akan tetapi
semua ini segera berakhir dengan berakhirnya pelaksanaan dan kegiatan sang
pelakunya. Seperti penjelasan hadits Nabi Muhammad yang sudah sangat populer di
kalangan umat Islam, yaitu jika anak
Adam meninggal dunia, semua amalnya terputus kecuali tiga hal: shadaqah jariah,
ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang selalu mendo'akan kedua orang tuanya.